Persuasive Technology— The Social Dilemma Review
persuasif/per·su·a·sif/ /pérsuasif/ a bersifat membujuk secara halus (supaya menjadi yakin):
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. — Wikipedia
Manusia merupakan perbedaan, beberapa diantaranya adalah perbedaan dari cara berpikir dan cara berperilaku. Setiap orang pasti memiliki cara berpikir sendiri, bahkan dari 2 saudara yang terlahir identik pun pasti memiliki perbedaan dari cara berpikir, mungkin sang kaka cenderung berpikir secara konseptual dan sang adik cenderung berpikir secara intuitif atau sebaliknya.
Begitu pula dari cara berperilaku, setiap orang memiliki perilaku yang berbeda-beda ada yang baik ada pula juga yang buruk. Perilaku biasanya dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah dari cara berpikir. Sehingga bagaimana cara kita berpikir biasanya memengaruhi bagaimana cara kita berperilaku.
Tapi pernahkah terbayangkan oleh kita bagaimana jika ada banyak orang yang memiliki 1 pemikiran yang sama dan pemikiran tersebut di tanamkan pada kita dan kita tidak menyadari hal tersebut, sehingga menyebabkan suatu perilaku yang telah ditentukan. Itulah dampak dari teknologi persuasif.
Teknologi Persuasif adalah semacam desain, yang diterapkan secara ekstrem agar kami bisa mengubah perilaku seseorang. — Tristan Harris
Teknologi persuasif memiliki 2 sisi persis seperti koin. Teknologi ini bisa menjadi solusi yang baik juga bisa menjadi dampak yang buruk pada khalayak banyak. Nyatanya teknologi persuasif ini dimanfaatkan untuk keperluan bisnis sebagian orang.
Seperti yang disampaikan pada film tersebut bahwa teknologi ini di desain untuk membuat pengguna semakin lama menatap layar perangkat mereka, semakin lama kita menatap layar, semakin banyak juga aktivitas kita pada teknologi tersebut. Setiap aktivitas kita akan menjadi data untuk mereka, dan setiap data yang mereka dapatkan akan diolah menjadi informasi.
Mungkin kita berpikir seberapa pentingkah data kita ?
Data adalah catatan atas kumpulan fakta.— Wikipedia
Google. Yap, perusaahan multinasional Amerika Serikat yang berfokus pada jasa dan produk internet. Produk-produk tersebut salah satunya adalah periklanan daring.
Anggap Farhan adalah seorang pebisnis yang menjual roti dan baru saja memulai bisnis nya. Farhan sedang mencari tempat untuk mempromosikan bisnis nya agar orang-orang tahu tentang roti yang Farhan jual. Karena semakin banyak orang yang tahu tentang bisnis Farhan kemungkinan profit yang didapatkan oleh Farhan akan lebih besar karena semakin banyak orang yang beli.
Pikiran pertama Farhan pasti adalah mencari tempat yang ramai, yang dilalui oleh banyak orang. Tidak lain adalah baligho yang berada di jalan utama suatu kota atau banner yang berada pada pintu masuk sebuah mall.
Tetapi jaman sekarang, tepat nya pada era digital tempat periklanan pun berubah yang awal nya bersifat fisik sekarang menjadi bersifat digital. Banyak sekali tempat penyedia layanan periklanan di dunia digital. Mereka semua bersaing mendapatkan pengiklan, lalu bagaimana cara penyedia tersebut meyakinkan pada Farhan bahwa iklan yang akan Farhan iklankan akan sukses ?
Mereka menjual kepastian pada Farhan. Bagaimana penyedia tersebut bisa memberikan kepastian ? Mereka harus memiliki prediksi yang bagus. Tapi bagaimana mereka bisa memiliki prediksi yang bagus ? Prediksi yang bagus diawali oleh satu hal, mereka memerlukan banyak data.
Data-data tersebut dimulai dari aktivitas-aktivitas kecil kita pada sosial media hingga gabungan dengan jutaan bahkan miliaran pengguna lain yang akan menjadi informasi berharga untuk perusahaan tersebut.
Karena iklan adalah bisnis mereka dan perhatian kita adalah produknya.
Kembali lagi ke topik utama, pernahkah terpikirkan oleh kita bagaimana cara teknologi persuasif bisa memanipulasi kita ? How can it works ? Ada sesuatu yang masuk kedalam pikiran kita bahkan menanamkan sesuatu tanpa kita sadari.
Mereka tidak melakukannya secara visual, tetapi secara psikologi.
Mengutip dari buku Persuasive Technology: Using Computers to Change What We Think and Do pada chapter 5 yang berjudul Computers as Persuasive Social Actors.
In the area of psychological cues, one of the most powerful persuasion principles is similarity. Simply stated, the principle of similarity suggests that, in most situations, people we think are similar to us (in personality, preferences, or in other attributes) can motivate and persuade us more easily than people who are not similar to us. Even trivial types of similarity — such as having the same hometown or rooting for the same sports teams — can lead to more liking and more persuasion. In general, the greater the similarity, the greater the potential to persuade.
Intinya begini, dalam isyarat psikologi ada prinsip persuasi yang paling kuat yaitu kesamaan. Sederhananya orang yang mirip dengan kita atau menyukai suatu hal yang sama dengan kita dapat memotivasi dan membujuk kita lebih mudah daripada orang yang tidak mirip dengan kita.
Itulah kenapa kita menggunakan sosial media bukan ? Mencari sesuatu yang kita sukai, mencari seseorang yang memiliki kesamaan dengan kita, membahas hobby yang sama. Tidak salah memang, tetapi sekarang kita tidak perlu mencari apa yang kita sukai karena apa yang kita sukai telah disediakan.
How ? Apalagi kalau bukan karena data. Perusahaan seperti Google sudah lama berdiri tepat nya sejak 1998 kita anggap Google terkenal pada tahun 2000. Sudah 20 tahun Google berdiri dan sudah 20 tahun juga Google menyimpan data, apa kalian pikir data itu hanya tersimpan saja ? Tentu tidak, data tersebut mereka pelajari, mereka olah, mereka gali informasi-informasi atau kita sekarang mengenalnya dengan Data Mining.
Selama itu lah Google mempelajari manusia, apakah kalian pikir AI (Artificial Intelligence) hadir begitu saja ? Tidak, mereka bisa “cerdas” karena mereka belajar dari data-data yang ada. Sehingga perusahaan semacam Google tidak sulit sebenarnya untuk menebak apa yang orang sukai saat ini atau bahkan di masa mendatang.
Maka ketika kita membuka sosial media tidak aneh jika isinya adalah hal-hal yang kita sukai, yang membuat kita bahagia dan hal lainnya yang akan menyebabkan candu. Bahkan untuk mendapatkan hal itu kita tidak perlu mengeluarkan biaya atau usaha yang besar. Cukup dengan me-refresh halaman, kita akan mendapatkan post yang baru feed yang baru dan terus hingga kita lupa waktu, lupa makan, tidak produktif karena melakukan itu secara terus menerus yang membuat kita terjebak pada lingkaran ganas tersebut.
Software Engineering atau SE adalah satu bidang profesi yang mendalami cara-cara pengembangan perangkat lunak termasuk pembuatan, pemeliharaan, manajemen organisasi pengembangan perangkat lunak dan manajemen kualitas. — Wikipedia
Mungkin kalian bertanya-tanya bagaimana reaksi seorang Software Engineering, Developer, Business Analyst dan bidang lainnya menyikapi hal tersebut. Menurut pendapat Farhan sebagai seorang developer yang merasakan rasanya membangun aplikasi-aplikasi seperti yang disebutkan tadi, Persuasive Technology is normal.
Yap, Teknologi Persuasif adalah normal tapi bukan berarti benar. Benar atau salah tergantung bagaimana kita menggunakan teknologi tersebut. Teknologi ini akan terus ada bahkan sebenarnya semenjak jaman dahulu pun desain teknologi seperti ini sudah ada tetapi cara nya berbeda. Seperti melalui radio atau televisi.
Persuasif adalah bagian yang tak terpisahkan dari manusia seperti kutipan dibawah ini.
Persuasion is part and parcel of human interaction. From the serpent in the Garden of Eden to our modern mass-media society, persuasive efforts abound in a continuous attempt to influence our attitudes and behaviours, convincing us to spend money on one product rather than another, to vote for a particular political party, to stop smoking, to exercise more, to fight for environmental conservation, animal wellbeing, better schools. Or to eat an apple.
Persuasif memang tidak terpisahkan tetapi bukan berarti tidak bisa di atur. Kita sebagai manusia harus bisa mengatur dengan baik, mengarahkan ke arah yang benar sifat ini. Jangan sampai kita gunakan untuk hal yang salah.
Sebagai penutup Farhan ingin mengutip dari sebuah paper yang berjudul Persuasive Technology for Human Well-Being: Setting the Scene pada bagian Persuasive Technology for Human Well-Being.
Although the most frequent application of persuasive technology today is the use of computers to sell products and services, there is great beneficial potential in applying persuasive technologies to increase human health and well-being. The use of interactive technology in the health arena is still in its early stages, with e-care and tele-care programmes to extend healthcare into people’s home environments not yet living up to their full potential. Arguably, one of the strongest areas of innovation for persuasive technology in the near future will be preventive health engineering.
Seperti yang Farhan sudah bilang di awal bahwa Teknologi ini persis dengan koin yang memiliki 2 sisi. Disisi lain teknologi ini mampu menjadi terobosan baru dalam kesejahteraan umat manusia. Jika teknologi ini telah berdampak buruk bagi banyak manusia tidak menutup kemungkinan juga bahwa teknologi ini bisa berdampak baik bagi banyak manusia.
Referensi
- kbbi.web.id/manusia
- kbbi.web.id/program
- id.wikipedia.org/wiki/Manusia
- id.wikipedia.org/wiki/Data
- id.wikipedia.org/wiki/Rekayasa_perangkat_lunak
- Fogg, 2003, Persuasive Technology: Using Computers to Change What We Think and Do, San Francisco : Morgan Kaufmann Publishers
- IJsselsteijn, Kort, Midden, Eggen, Hoven, 2006, Persuasive Technology for Human Well-Being: Setting the Scene, Eindhoven, Eindhoven University of Technology
P.S
Terimakasih telah membaca artikel ini hingga selesai, jangan lupa clap nya jika ini terasa bermanfaat untuk kalian. Farhan juga minta maaf sebesar-besar nya jika ada salah kata, definisi atau hal lainnya. Farhan akan sangat berterimakasih jika kalian memberikan masukan tersebut. Kalian bisa contact Farhan disini, terimakasih.